Tidak dapat dipungkiri bahwa
jumlah penduduk secara gradual beranjak naik tiap tahunnya. Hal ini
diindikasikan dengan jumlah natalitas yang lebih tinggi dibanding
dengan jumlah mortalitas. Fenomena ini berdampak kepada penggunaan
ruang terbangun dan kebutuhuan sarana dan prasarana yang semakin tinggi.
Disparity of density terjadi antara urban
dan rural. Diprediksikan pada tahun 2020, 60-70 % penduduk
dunia berada di kawasan perkotaan. Padahal luas kawasan perkotaan lebih sedikit
dibandingkan dengan kawasan perdesaan.
§
Apakah
kondisi ini tidak ideal ?
Jawab : dilihat dari
kepadatan bruto (jiwa/ha) memang luas kawasan perkotaan lebih sedikit
dibandingkan dengan kawasan perdesaan sehingga kondisi ini tidak ideal , namun
jika dilihat dari kepadatan netto (jiwa/m3)
yang terjadi sebaliknya dan kondisi seperti ini lebih ideal. (standar
kepadatan netto 1 jiwa = 9 m3) makanya rumah-rumah minimalis sekrang ini
minimal dgn tipe 36 untuk 4 org.
§
Apakah
kebutuhan lahan untuk mendukung kawasan perkotaan lebih banyak dibanding
kawasan perdesaan ?
Untuk menyikapi ratio jumlah
penduduk dan kebutuhan lahan yang tinggi di kawasan perkotaan, disusun beberapa
konsep pengembangan wilayah diantaranya adalah dengan konsep Compact
City. Konsep ini adalah memadukan antara densitas kawasan yang
tinggi dengan minimum lahan terbangun atau sebuah antithesis dari pemikiran
bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak lahan terbangun yang dibutuhkan.
§
Apakah
konsep ini ideal untuk diterapkan di kawasan perkotaan Indonesia ?.
Jawab : tidak, dilihat dari segi ekonomi atau pendanaan
belum siap, dan kepimilikan lahan. Namun sebagai planner konsep ini wajib hukumya untuk diterapkan secara bertahap.
Suatu pengembangan wilayah
tidak dapat lepas dari prinsip ekonomi makro, sebagaimana kita tahu bahwa
terdapat beberapa mashab ekonomi dengan pemikiran-pemikiran dasarnya,
diantaranya adalah kapitalis, liberalis, sosialis, komunis, dsb. Dengan prinsip
ekonomi pancasila, kita mencoba menggabungkan beberapa buah pikir dari mashab
ekonomi yang sudah ada. Saat ini
Negara-negara di dunia terbagi menjadi Negara adidaya, Negara berkembang,
Negara tertinggal (dunia ke-3) yang ditandai dengan adanya G 7, G 77, dsb.
Global
thinking
menjadikan jarak, waktu, laut, dsb tidak menjadi masalah, overseas trading berjalan tanpa kendala. Alih-alih free trade sebenarnya merugikan bagi
Negara yang hanya sebagai user produk.
§
Dalam
klasifikasi apa Indonesia berada?
§
Posisi
kita tersebut, apakah dapat mendukung konsep Compact City?
§
Apakah
di Indonesia Prasarana dan Sarana dasar dipandang sebagai Public/social Services?
Land tenure di Indonesia sangat bebas,
dimana lahan dapat dimiliki, sehingga intervensi pemerintah sangat rendah
terhadap penggunaan lahan.
§
Apakah
land tenure security tsb dapat
mendukung konsep Compact City di Indonesia?
Sebagai penutup, apakah di
Indonesia kepadatan penduduk dapat diarahkan di tiap wilayah?. Dan dapatkah
kepadatan penduduk menjadi kontrol terhadap tata ruang di Indonesia?.
sa’onone
Planners
Community
Note:
Keywords
di highlight
dengan bold, italic, & underline tolong dicari pengertiannya dan
teori pendukungnya, pertanyaan-pertanyaan besok sabtu kita bahas bersama dan
coba kita random temen-temen untuk
menjawab.
Semoga bermanfaat, tetap semangat, tetap berkarya,
semoga menjadi planner yang punya TASTE
We don’t have more, but we’ll give it all
Tidak ada komentar:
Posting Komentar