Jangan bayangkan kontor Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, sebagai gedung megah seperti istana merdeka atau istana negara di Jakarta. kantor Ahmadinejad hanyalah sebuah bangunan kecil dikawasan padat, ditengah Teheran. Bangunan itu, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan kantor-kantor departemen kita atau balai kota Jakarta. Halamannya pun sangat sempit, hanya cukup untuk parkir beberapa mobil.
Kondisi demikan, tentu sangat kontras dengan penguasa Iran dulu. Mendiang Syah Reza Pahlevi yang digulingkan melalui Revolusi Islam pimpinan Imam Khomeini, yang mempunyai sejumlah istana megah diberbagai kawasan elite, di Teheran. berbagai istana megah yang dilengkapi lukisan terkenal dunia san perabotan yang didatangkan dari Eropa tersebut, kini, hanya dijadikan museum. istana itu menjadi saksi bisu kehidupan hedonis keluarga Syah Iran Tempo dulu.
Sejak Revolusi Islam Iran yang berhasil menggulingkan kekuasaan absolut Syah Iran, pemerintahan baru, kemudian menempati gedung-gedung yang lebih sedrhana, seperti yang ditempati presiden Ahmadinejad. digedung seperti inilah, rombongan K.H Hasyim Muzadi dan Ketua MPR Dr.Hidayat Nur Wahid yang disertai Duta Besar Indonesia untuk Iran, Basri Hasanuddin, diterima presiden Ahmadinejad.
Delegasi Kiai Hasyim berada diTeheran untuk bertemu dan bersilaturahmi dengan sejumlah ayatullah dan pejabat tinggi Iran. Delegasi tersebut beranggotakan pula Ketua PBNU, Rozy Munir; Ketua PWNU Jawa Timur, Ali Maschan Musa. Sementara, Hidayat datang sendiri atas undangan pemerintah Iran untuk menjadi pembicara dalam seminar internasional tentang Palestina dan Al-Quds di Teheran. beberapa anggota DPR RI yang lain, menyusul kemudian bergabung dengan Ketua MPR.
Kesederhanaan sang tuan rumah tidak hanya terlihat dari kantornya. kesederhanaan tersebut semakin lengkap dengan caranya menerima tamu serta gaya dan kepribadian Presiden Ahmadinejad sendiri.
berbeda dengan dua presiden Iran sebelumnya Khatami dan Rafsanjani yang selalu memakai jubah kebesaran ala ayatllah, sehari-harinya, Ahmadinejad memakai memakai jas dan baju tanpa dasi. penampilannya seperti itu, tidak pernah berubah sejak dia menjadi mahasiswa yang mendukung Revolusi Islam, Gubernur Wilayah Maku dan Khoi, penasihat Menteri Kebudayaan dan Pedoman Islam, Gubernur Ardabil, Walikota Teheran, dan kemudian presiden. pakaian semacam inilah yang kini dikenakan laki-laki dewasa Iran pada umumnya.
Menurut staf Protokol kepresidenan Iran, jas yang digunakan Ahmadinejad sehari-hari adalah buatan dalam negeri, baik bahan maupun penjahitnya. di toko-toko, jas semacam ini berikut celananya, berharga sekitar 50-70 dollar.
Ahmadinejad dan keluarganya pun menempati apartemen sederhana dikawasan kelas menengah bawah di Nurmagi, tenggara Teheran. apartemen dua tingkat ini memiliki beberapa kamar. Halaman parkirnya cukup untuk dua mobi. rumah ini sudah ditempati sejak dia menjadi Walikota Teheran. Dia menolak pindah kerumah dinas presiden.
Sebelum ditemui Presiden Ahmadinejad, rombongan Kiai Hasyim dan Hidayat dipersilakan menunggu diruang tunggu kantor presiden. ruangan ini, luasnya hanya sekitar 6x10 meter persegi dengan dilengkapi deretan kursi berbentuk U. tidak ada hiasan dinding. sebuah AC duduk berada dipojok ruangan, tapi tidak difungsikan padahal, ruangan cukup panas.
setelah menunggu beberapa saat, rombongan dari Indonesia ini pun, dipersilakan memasuki ruang tamu. Ahmadinejad dengan tangan terbuka dan senyum mengembang, menyambut tamu satu persatu dengan salam tempel pipi kanan dan kiri sebanyak tiga kali. Lalu, Ahmadinejad duduk didepan. disamping kanannya, dengan dibatasi meja kecil, duduk dikursi deretan kanan, dan staf kepresidenan, dideretan kiri. dipojok depan juga ada AC duduk yang tidak difungsikan. di dinding depan, terdapat foto Imam Khomeini di sebelah kiri dan foto Khamanei disebelah kanan. di antara dua foto besar tersebut, terdapat peta Iran.
Ketika sedang asyik tanya jawab antara Ahmadinejad dan Hidayat serta Kiai Hasyim, seorang pelayan dengan nampan berisi gelas sirup berkeliling menawaekan minuman. Karena tidak ada meja, sejumlah tamu, lalu meletakkan minumannya dibawah kursi.
Pada awalnya, tanya jawab menggunakan bahasa Indonesia-Parsi dari Mahasiswa Indonesia diQom yang disediakan Dubes Indonesia. Namun, ketika giliran Ahmadinejad berbicara, dia lebih memilih penerjemah Arab-Parsi yang disediakan pihak istana presiden."saya senang mendengarkan bahasa Indonesia kalian. Tetapi, sebagai Muslim, akan lebih baik bila kita menggunakan penerjemah bahasa arab, apalagi kalian pun pandai berbahasa arab,"ujarnya menunjuk Kiai Hasyim dan Hidayat.
Menurut Ahmadinejad, antarnegara-negara Islam dan kelompok-kelompok Islam harus dijalin hubungan dan kerha sama yang lebih erat. namun, sekarang banyak negara Islam dan kelompok-kelompok Islam yang justru lebih senang bekerja sama dengan negara-negara Barat."Padahal, tabiat barat itu, dari dulu, ingin menguasai dunia dan menjadikan banyk negara jajahan."
Ahmadinejad menegaskan, demokrasi dan hak asasi manusia hanyalah alat atau alasan untuk menekan negara-negara islam."kita bisa melihat banyak negara diktator, tapi karena mereka kawannya, Barat dan Amerika tetap mendukungnya. bahkan, mereka menganggapnya sudah menerapkan demokrasi."
Dengan alasan itu, dia menegaskan, sekarang ini, melebihi sebelumnya,"Kita membutuhkan persatuan dan persaudaraan. dunia Islam memiliki segala potensi untuk maju. kekayaan alam dan sumber daya manusia sangat tersedia di negara-negara Islam.
Oleh :Ikhwanul Kiram Mashuri
(Pimpinan Redaksi HU Republika)
sebenarnya masih banyak lagi cerita tentang Presiden Iran ini, tapi ini dulu deh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar