"Welcome to Try - Againz, semoga artikel yang ada di sini bermanfaat untuk anda semua"

Minggu, 03 Februari 2013

DENSITAS PENDUDUK SEBAGAI KONTROL TATA RUANG



Tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk secara gradual beranjak naik tiap tahunnya. Hal ini diindikasikan dengan jumlah natalitas yang lebih tinggi dibanding dengan jumlah mortalitas. Fenomena ini berdampak kepada penggunaan ruang terbangun dan kebutuhuan sarana dan prasarana yang semakin tinggi.
Disparity of density terjadi antara urban dan rural. Diprediksikan pada tahun 2020, 60-70 % penduduk dunia berada di kawasan perkotaan. Padahal luas kawasan perkotaan lebih sedikit dibandingkan dengan kawasan perdesaan.
§  Apakah kondisi ini tidak ideal ?
Jawab : dilihat dari kepadatan bruto (jiwa/ha) memang luas kawasan perkotaan lebih sedikit dibandingkan dengan kawasan perdesaan sehingga kondisi ini tidak ideal , namun jika dilihat dari kepadatan netto (jiwa/m3)  yang terjadi sebaliknya dan kondisi seperti ini lebih ideal.  (standar kepadatan netto 1 jiwa = 9 m3) makanya rumah-rumah minimalis sekrang ini minimal dgn tipe 36 untuk 4 org.
§  Apakah kebutuhan lahan untuk mendukung kawasan perkotaan lebih banyak dibanding kawasan perdesaan ?

Untuk menyikapi ratio jumlah penduduk dan kebutuhan lahan yang tinggi di kawasan perkotaan, disusun beberapa konsep pengembangan wilayah diantaranya adalah dengan konsep Compact City. Konsep ini adalah memadukan antara densitas kawasan yang tinggi dengan minimum lahan terbangun atau sebuah antithesis dari pemikiran bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak lahan terbangun yang dibutuhkan.
§  Apakah konsep ini ideal untuk diterapkan di kawasan perkotaan Indonesia ?.
Jawab : tidak, dilihat dari segi ekonomi atau pendanaan belum siap, dan kepimilikan lahan. Namun sebagai planner  konsep ini wajib hukumya  untuk diterapkan secara bertahap.
Suatu pengembangan wilayah tidak dapat lepas dari prinsip ekonomi makro, sebagaimana kita tahu bahwa terdapat beberapa mashab ekonomi dengan pemikiran-pemikiran dasarnya, diantaranya adalah kapitalis, liberalis, sosialis, komunis, dsb. Dengan prinsip ekonomi pancasila, kita mencoba menggabungkan beberapa buah pikir dari mashab ekonomi yang sudah ada.  Saat ini Negara-negara di dunia terbagi menjadi Negara adidaya, Negara berkembang, Negara tertinggal (dunia ke-3) yang ditandai dengan adanya G 7, G 77, dsb.
Global thinking menjadikan jarak, waktu, laut, dsb tidak menjadi masalah, overseas trading berjalan tanpa kendala. Alih-alih free trade sebenarnya merugikan bagi Negara yang hanya sebagai user produk.
§  Dalam klasifikasi apa Indonesia berada?
§  Posisi kita tersebut, apakah dapat mendukung konsep Compact City?
§  Apakah di Indonesia Prasarana dan Sarana dasar dipandang sebagai Public/social Services?
Land tenure di Indonesia sangat bebas, dimana lahan dapat dimiliki, sehingga intervensi pemerintah sangat rendah terhadap penggunaan lahan.
§  Apakah land tenure security tsb dapat mendukung konsep Compact City di Indonesia?

Sebagai penutup, apakah di Indonesia kepadatan penduduk dapat diarahkan di tiap wilayah?. Dan dapatkah kepadatan penduduk menjadi kontrol terhadap tata ruang di Indonesia?.

sa’onone
Planners Community
Note:
Keywords di highlight dengan bold, italic, & underline tolong dicari pengertiannya dan teori pendukungnya, pertanyaan-pertanyaan besok sabtu kita bahas bersama dan coba kita random temen-temen untuk menjawab.
Semoga bermanfaat, tetap semangat, tetap berkarya, semoga menjadi planner yang punya TASTE
We don’t have more, but we’ll give it all

Tidak ada komentar:

Posting Komentar